Muhammad Ahmad Ar-Rasyid dalam kitabnya ‘Ar-Raqaiq’ telah menulis:
“Sujud di mihrab, istighfar di penghujung malam dan air mata munajat merupakan ciri khas orang beriman.
Jika ahli dunia mengira, bahawa syurganya terletak pada kebendaan, wanita dan gedung mewah, maka sesungguhnya:
“Syurga orang mukmin terletak pada mihrabnya”
Dahulu semasa generasi Islam pertama, bila tiba tengah malam, akan ada seruan:
“Wahai para tokoh malam hari, bersungguh-sungguhlah, betapa banyaknya seruan yang tidak terjawab.
Tiada yang bangun di malam hari melainkan hanya orang yang memiliki tekad yang kuat dan kesungguhan yang meyakinkan.
Mereka ini adalah ahli ‘madrasah malam’ di mana mereka melalui proses penempaan ruhaniyah melalui qiyamul-lail.
“Sesungguhnya peranan dakwah Islam kini tidak akan meraih keberhasilannya sebelum para duatnya menyalakan pelita mereka pada malam hari. Cahaya dakwahnya tidak akan mampu mengusir kegelapan jahiliyah abad dua puluh satu selama pengembannya tidak menjadi malam mereka sebagai waktu menambah bekalan ruhaniyahnya”.
Saudara/saudari yang dikasihi, Allah SWT telah memilih kita untuk memikul risalah dakwah dan jihad ini, agar dapat kita pimpin manusia kepada hakikat ubudiyyah yang sebenarnya. Tanggungjawab ini adalah yang paling berat yang dipikul manusia dan projek paling besar yang dihadap kepada kita. Jika tugas kecilpun kita memerlukan persediaan bagaimana dengan tugas dan tanggungjawab jawab yang paling besar. Sudah pasti kita memerlukan sumber tenaga yang besar dan berterusan pula untuk memampukan kita mengemban jihad ini dan tenaga yang berterusan pula untuk memampukan kita istiqamah di atas jalan ini.
Ini adalah persiapan untuk mengemban tugas yang amat besar dengan perantaraan persiapan Ilahiyah yang terjamin…yaitu qiamul-lail.
Sayyid Qutb dalam menjelaskan Surat Al-Muzammil di dalam Zhilal nya:
“Ini adalah seruan dari langit, seruan Tuhan Yang Maha Agung.. bangunlah… Bangunlah untuk menyongsong urusan besar yang sedang menantimu dan tugas berat yang akan dibebankan kepadamu. Bangunlah untuk berjuang dan berusaha dan bersusah-payah. Bangunlah dan bersiap-siagalah menyonsong urusan ini.
Orang yang hidup dengan mementingkan dirinya sendiri memang kadang-kadang boleh hidup senang akan tetapi hidupnya itu tak bernilai dan matinyapun dalam penilaian yang kecil:
Dalam Surah Al-Sajadah, Allah SWT berfirman:
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap…”
Ia menggambarkan tentang tempat-tempat tidur di malam yang selalu menggoda diri manusia untuk tidur nyenyak, istirehat, dan menikmati malam hari. Namun lambung-lambung orang-orang yang beriman itu tidak tergiur sedikitpun dengan godaan itu, walaupun ia sebetulnya juga melawan godaan yang menggiur dan melenakan itu dengan sekuat tenaga. Kerana jiwa-jiwa orang yang beriman itu punya kesibukan lain yang membuat mereka mesti mengesampingkan tempat-tempat tidur yang empuk dan tidur yang nyenyak. Yaitu kesibukan beribadah di hadapan Tuhannya, serta mengadap kepada-Nya dengan ketaqwaan, ketakutan dan harapan.
Dia takut azab Allah dan berharap kepada rahmat-Nya. Dia takut kepada kemurkaan-Nya, dan berharap mendapat redha-Nya. Dia takut berbuat maksiat dan berharap kepada taufik-Nya.
Qiyamul-lail adalah bekalan tenaga keimanan yang sangat diperlukan untuk berjuang menegakkan Al-Haq. Ianya adalah bekalan keimanan untuk sabar dan istiqamah”
Inilah yang digambarkan oleh. Sayyid Qutb bila ditanya kenapakah dia melakukan qiamul-lail pada malam hari sedangkan di siang harinya dia disiksa dengan siksaan yang dahsyat. Sayyid Qutb menjawab bahawa melalui qiyamul-laillah dia mendapat bekalan kekuatan yang memampukan dia menahan siksaan tersebut.
Dari Jabir r.a., ia barkata:
“Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya) dan itu setiap malam.”
(H.R. Muslim dan Ahmad)
Qiyam al-lail merupakan sarana berkomunikasi seorang muslim dengan Rabbnya, merasa lazat di kala munajat dengan Penciptanya, ia berdo’a, beristighfar, bertasbih dan memujinya. Akhirnya yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang mempermudah semua aspek kehidupan hambanya baik pribadi, keluarga,masyarakat maupun negara. Begitu pula aspek da’wah, pendidikan, ekonomi, sosial,budaya maupun politik. Dia akan dekat dengan Rabb-nya, diampuni dosanya,dihormati sesama dan menjadi penghuni syurga yang disediakan untuknya